Akhlak yang baik adalah pondasi agama dan merupakan hasil dari usaha orang-orang bertaqwa. Dengan akhlak yang baik, pelakunya akan terangkat ke derajat tertinggi. Tidak ada amalan yang lebih berat dalam timbangan seorang mukmin di Hari Kiamat nanti dari pada akhlak yang baik. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi: “Tidak ada amalan yang lebih berat dalam timbangan seorang mukmin pada Hari Kiamat nanti daripada akhlak yang baik.”(H.R. Imam Turmudzi). Rasulullah SELALU menasihati kepada orang yang meminta nasihat kepada beliau dengan nasehat “pergaulilah orang banyak dengan akhlak yang baik”.
Oleh karena itu sebelum kita merubah akhlak buruk menjadi baik, terlebih dahulu kita persiapkan diri untuk menjadi teladan. Sehingga segala perkataan kita dapat diterima dengan ikhlas. Sebagaimana buruk dan rusaknya perbuatan bangsa Arab sebelum datangnya Islam, hanya dengan hadirnya seorang suri tauladan yang kamil, tutur katanya lembut tidak di dasari hawa nafsu, maka bangsa Arab itu dapat berubah menjadi berakhlak mulia.
Untuk membangun keluarga yang harmonis sangat dibutuhkan pemimpin keluarga yang dapat diteladani. Pimpinan keluarga menjadi penentu dan teladan utama bagi anggota keluarganya. Karena itu gaya dan perilaku anak akan sangat tergantung kepada didikan yang diberikan orangtuanya dalam memberikan perhatian dan kasih sayangnya. Apabila pimpinan keluarga (orangtua) tidak baik, maka hampir bisa dipastikan sebagian anak-anaknya akan bermasalah dalam mengurus segala keperluan hidupnya.
Rasa kasih sayang yang dalam didapatkan sepenuhnya dari sang ibu, yang merupakan sumber kehangatan bagi anak. Hal ini menumbuhkan rasa diterima serta rasa aman bagi perkembangan dan pertumbuhan dirinya. Sedangkan ayah sifatnya mengembangkan kepribadian, menanamkan disiplin, memberikan arah dan dorongan serta bimbingan agar anak bertambah berani dalam menghadapi berbagai tantangan kehidupan.
Ayah dan ibu, keduanya harus saling kerjasama dan saling menunjang, bukan saling bertentangan yang dapat mendatangkan pertengkaran. Bila ayah sering memberikan dorongan dan bimbingan maka ibu harus memberikan keyakinan dengan rasa kehangatan, keamanan, penuh kasih sayang. Anak akan mampu melakukan apa yang dikatakan oleh sang ayah. Jangan lakukan yang berlawanan dengan ucapan ayah, begitu pula sebaliknya.
Pada dasarnya remaja memerlukan adanya hubungan harmonis dengan sesama anggota keluarganya. Remaja juga membutuhkan suasana demokratis, kritis, jujur dan keterbukaan saat berkomunitas dengan anggota keluarganya sehingga segala masalahnya dapat dikomunikasikan dengan baik. Termasuk semua permasalahan yang mendasar, seperti bagaimana cara menanamkan aqidah kepada dirinya.
Oleh karena itu, pengarahan yang tepat adalah dengan mengikuti contoh kongkrit lewat keteladanan Rasulullah. Dukungan orang tua dan pendidikan formal insya Allah akan memperkuat dasar aqidah remaja sehingga ia akan siap terjun dalam pergaulan masyarakat yang lebih luas. Dia bisa menjalankan tanggung jawabnya terhadap diri sendiri dan lingkungannya yang semuanya akan bermuara pada realisasi tanggung jawabnya kepada Allah.
R.E.Widodo
Senin, 14 Desember 2015
Nilai negatif pergaulan remaja
Masa remaja sebagai masa peralihan, masa ini rawan dengan beragam gejolak dan masalah. Perhatian keluarga akan sangat membantu remaja untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Fakta dilapangan menunjukan bahwa, hampir semua remaja selalu disibukan dengan beragam kesibukan untuk mengurus kesenangannya sendiri.
Apabila remaja di hadapkan dengan dunia luar atau lingkungan yang kurang serasi dan penuh kontradiksi, maka akan dapat mengacaukan mental dan sikapnya. Akibatnya, banyak remaja yang mudah galau dan gundah gulana, hidup dalam kecemasan, ketidakpastian, dan kebingungan. Jika kondisi tersebut tidak mendapaatkan perhatian, maka akan menyebabkan timbulnya kelainan kelakuan remaja yang membahayakan bagi dirinya sendiri ataupun orang lain yang berada disekelilingnya.
Banyak di antara mereka yang tidak sanggup mengikuti pelajaran, hilang kemampuan untuk konsentrasi, malas belajar, patah semangat dan sebagainya. Tidak sedikit pula yang telah jatuh pada kelakuan yang lebih berbahaya lagi menjadi nakal, hidup mengganggu dan merusak ketenteraman masyarakat serta melakukan hal-hal yang membahayakan dirinya dengan menyalahgunakan narkotika dan obat-obat bius lainnya.
Sedangkan di sisi lain perkelahian massal antara remaja Sekolah Menengah, perusakan bis kota, perampokan bis, penodongan, penyalahgunaan alkohol, obat bius, perkosaan, pembunuhan, pelacuran dan banyak lagi tindakan remaja yang perlu mendapat sorotan dan penanganan serius. Semakin hari perilaku remaja kita semakin menjadi negatif dan mengarah kepada asusila. Kebanyakan dari remaja apabila dinasehati akan berkata: “jangan sok alim, kelakuanmu juga belum tentu benar”. Inilah bukti dari nubuatan rasul yang memprediksi suatu kondisi diakhir zaman.
Menurut keterangan salah satu kitab klasik, pasar merupakan seburuk-buruk tempat, lawannya adalah masjid, sebagai sebaik-baik tempat. Begitu pula mall dan super market merupakan pasar yang tingkatannya lebih tinggi, sebagai bagian dari “seburuk-buruknya tempat” yang banyak menghadirkan godaan duniawi[hendonis]. Mereka yang tidak bisa mengendalikan diri, melihat berbagai iming-iming, bisa membelanjakan uang sebanyak-banyaknya tanpa terkendali.
Selain muncul godaan dan iming-iming barang jualan di toko, kemudian muncul “jualan” yang lain, diantaranya; penjaja asmara. Ambisi-ambisi duniawi terus melebar, menjadi serba kurang dan cenderung rakus. Semakin kuat godaan, semakin melarutkan nilai-nilai moral. Mereka yang tidak kuat iman, karena di kantong ada uang cukup, tersedia credit card dan ATM card dapat menumpahkan segala hasrat yang menyesatkan setiap orangyang lemah imanya.
Kata Ronggowarsito : “ Di tengah zaman edan, yang beruntung adalah yang selalu ingat dan waspada”. Ingat, bahwa masih ada kelanjutan kehidupan setelah datang kematian. Waspadalah terhadap godaan, karena itu setiap remaja harus mewaspadai perilaku negatif berikut: 1) Suka keluyuran, habiskan waktu tanpa agenda dan tujuan yang jelas. 2) Bermalas-malasan, dan suka menunda atau meringankan pekerjaan.3) Ragu-ragu dan cenderung bimbang menjalani kehidupan, 4) Sering mengecilkan kemampuan dan potensi diri sendiri, 5) Mementingkan bermain ataupun santai katimbang belajar, 6) Mudah larut dalam berbagai kesenangan tanpa perhitungan, 7) kaum remaja ada kecenderungan untuk mengabaikan segala kebiasaan baik yang sudah biasa dilakoni, mulai malas belajar, malas beribadah, malas berkarya dan lainya.8) munculnya praktek hidup sehari-hari, dengan gaya hidup penuh santai, kongkow-kongkow di pingggir jalan, main-mainan yang memakan waktu lama ( billiard , play sation, karambol, skak, dll ) bersenda gurau berlebihan, jalan-jalan pagi atau sore di hari libur, nonon TV berlebihan, nonton hiburan yang sangat hura- hura dan tidak mendidik.
Apabila remaja di hadapkan dengan dunia luar atau lingkungan yang kurang serasi dan penuh kontradiksi, maka akan dapat mengacaukan mental dan sikapnya. Akibatnya, banyak remaja yang mudah galau dan gundah gulana, hidup dalam kecemasan, ketidakpastian, dan kebingungan. Jika kondisi tersebut tidak mendapaatkan perhatian, maka akan menyebabkan timbulnya kelainan kelakuan remaja yang membahayakan bagi dirinya sendiri ataupun orang lain yang berada disekelilingnya.
Banyak di antara mereka yang tidak sanggup mengikuti pelajaran, hilang kemampuan untuk konsentrasi, malas belajar, patah semangat dan sebagainya. Tidak sedikit pula yang telah jatuh pada kelakuan yang lebih berbahaya lagi menjadi nakal, hidup mengganggu dan merusak ketenteraman masyarakat serta melakukan hal-hal yang membahayakan dirinya dengan menyalahgunakan narkotika dan obat-obat bius lainnya.
Sedangkan di sisi lain perkelahian massal antara remaja Sekolah Menengah, perusakan bis kota, perampokan bis, penodongan, penyalahgunaan alkohol, obat bius, perkosaan, pembunuhan, pelacuran dan banyak lagi tindakan remaja yang perlu mendapat sorotan dan penanganan serius. Semakin hari perilaku remaja kita semakin menjadi negatif dan mengarah kepada asusila. Kebanyakan dari remaja apabila dinasehati akan berkata: “jangan sok alim, kelakuanmu juga belum tentu benar”. Inilah bukti dari nubuatan rasul yang memprediksi suatu kondisi diakhir zaman.
Menurut keterangan salah satu kitab klasik, pasar merupakan seburuk-buruk tempat, lawannya adalah masjid, sebagai sebaik-baik tempat. Begitu pula mall dan super market merupakan pasar yang tingkatannya lebih tinggi, sebagai bagian dari “seburuk-buruknya tempat” yang banyak menghadirkan godaan duniawi[hendonis]. Mereka yang tidak bisa mengendalikan diri, melihat berbagai iming-iming, bisa membelanjakan uang sebanyak-banyaknya tanpa terkendali.
Selain muncul godaan dan iming-iming barang jualan di toko, kemudian muncul “jualan” yang lain, diantaranya; penjaja asmara. Ambisi-ambisi duniawi terus melebar, menjadi serba kurang dan cenderung rakus. Semakin kuat godaan, semakin melarutkan nilai-nilai moral. Mereka yang tidak kuat iman, karena di kantong ada uang cukup, tersedia credit card dan ATM card dapat menumpahkan segala hasrat yang menyesatkan setiap orangyang lemah imanya.
Kata Ronggowarsito : “ Di tengah zaman edan, yang beruntung adalah yang selalu ingat dan waspada”. Ingat, bahwa masih ada kelanjutan kehidupan setelah datang kematian. Waspadalah terhadap godaan, karena itu setiap remaja harus mewaspadai perilaku negatif berikut: 1) Suka keluyuran, habiskan waktu tanpa agenda dan tujuan yang jelas. 2) Bermalas-malasan, dan suka menunda atau meringankan pekerjaan.3) Ragu-ragu dan cenderung bimbang menjalani kehidupan, 4) Sering mengecilkan kemampuan dan potensi diri sendiri, 5) Mementingkan bermain ataupun santai katimbang belajar, 6) Mudah larut dalam berbagai kesenangan tanpa perhitungan, 7) kaum remaja ada kecenderungan untuk mengabaikan segala kebiasaan baik yang sudah biasa dilakoni, mulai malas belajar, malas beribadah, malas berkarya dan lainya.8) munculnya praktek hidup sehari-hari, dengan gaya hidup penuh santai, kongkow-kongkow di pingggir jalan, main-mainan yang memakan waktu lama ( billiard , play sation, karambol, skak, dll ) bersenda gurau berlebihan, jalan-jalan pagi atau sore di hari libur, nonon TV berlebihan, nonton hiburan yang sangat hura- hura dan tidak mendidik.
Perkembangan emosi masa remaja
Produksi hormon dan keadaan hormon yang meningkat akan menyebabkan labilnya emosi remaja. Akibatnya banyak terjadi gangguan jiwa atau penyakit kejiwaan yang melanda remaja. Goncangan psikis emosional juga akan menyebabkan remaja melarikan diri dari kenyataan hidup lalu menjadi pecandu alkohol, obat bius, pelaku seks bebas dan ada pula yang lari kepada psikhiater, tentu saja bagi mereka yang orang tuanya tergolong mampu (kaya). Sedangkan bagi yang miskin akan mencari guru-guru ilmu kebatinan atau mistik guna dapat menuangkan curahan emosi yang meluap. Beberapa keadaan emosi pada usia remaja yang paling menonjol dapat dikemukakan sebagai berikut:
Gangguan Jiwa Berat; sering kali muncul pertama kali pada usia remaja, yaitu Skizofrenia. Jenis gangguan jiwa yang sangat mudah dikenali dari gejala-gejalanya, orang awam menyebut dengan istilah syaraf atau gila.
Gangguan Kepribadian; Pada usia remaja sering kali muncul gangguan kepribadian dengan tanda-tanda, seperti suka berbohong, melakukan tindak kriminal, penyalahgunaan obat bius, minuman keras, bolos sekolah, ikut kelompok kejahatan, mencoba-coba sesuatu yang tidak lazim dan lain-lain.
Menantang atau Melawan Tatanan; Sebagian remaja cenderung melawan otoritas atau memberontak sistem kehidupan yang menurutnya tidak sesuai. Tindakan tersebut mencerminkan bahwa dia telah menjadi seorang individu yang otonom.
Mencari Perhatian; Remaja pada umumnya mempunyai perhatian yang besar terhadap dirinya sendiri untuk ditonjolkan. Remaja putra atau putri mulai memperhatikan bagaimana mode yang sesuai dengan dirinya, mulai dari cara berpakaian, make up, model rambut dan lain-lain.
Butuh Akan Cinta; Mulai tertarik lawan jenisnya, mereka mulai merasakan apa yang namanya CINTA. Merasakan getaran-getaran yang menyenangkan bila bertemu dengan lawan jenis yang disukainya. Bila tak bertemu beberapa hari saja, akan sukar tidur dan gelisah karena terbayang terus pujaan hatinya.
Terikat Dengan Kelompok; remaja dalam kehidupan sosialnya sangat tertarik dan terikat pada kelompok sebayanya. Karena itu apabila tidak ada saling pengertian, maka sering terjadi konflik antara anak dan orang tuanya.
Ingin Tahu dan Mencoba; Hasrat ingin tahu dan ingin mencoba yang baru sangat besar dan bergelora dalam diri setiap remaja. Apabila hal ini timbul dalam segi seksual, kemudian tidak mendapatkan perhatian, maka remaja akan melakukan pelampiasan seks dan tidak jarang akan melakukan penyimpangan seksual yang akan berakibat fatal bagi masa depan remaja.
Mencari Figur Idola; Mereka mencari figur orang lain di luar rumah yang dirasa paling baik bagi dirinya, seperti guru, tokoh seniman, tokoh agama, tokoh kriminal dan lain-lain. Adanya perasaan tidak menentu mengenai pengertian dewasa. Di satu pihak ia ingin berdiri sendiri, sedang di lain pihak ia masih ingin dilindungi atau bergantung pada orang tua.
Gangguan Jiwa Berat; sering kali muncul pertama kali pada usia remaja, yaitu Skizofrenia. Jenis gangguan jiwa yang sangat mudah dikenali dari gejala-gejalanya, orang awam menyebut dengan istilah syaraf atau gila.
Gangguan Kepribadian; Pada usia remaja sering kali muncul gangguan kepribadian dengan tanda-tanda, seperti suka berbohong, melakukan tindak kriminal, penyalahgunaan obat bius, minuman keras, bolos sekolah, ikut kelompok kejahatan, mencoba-coba sesuatu yang tidak lazim dan lain-lain.
Menantang atau Melawan Tatanan; Sebagian remaja cenderung melawan otoritas atau memberontak sistem kehidupan yang menurutnya tidak sesuai. Tindakan tersebut mencerminkan bahwa dia telah menjadi seorang individu yang otonom.
Mencari Perhatian; Remaja pada umumnya mempunyai perhatian yang besar terhadap dirinya sendiri untuk ditonjolkan. Remaja putra atau putri mulai memperhatikan bagaimana mode yang sesuai dengan dirinya, mulai dari cara berpakaian, make up, model rambut dan lain-lain.
Butuh Akan Cinta; Mulai tertarik lawan jenisnya, mereka mulai merasakan apa yang namanya CINTA. Merasakan getaran-getaran yang menyenangkan bila bertemu dengan lawan jenis yang disukainya. Bila tak bertemu beberapa hari saja, akan sukar tidur dan gelisah karena terbayang terus pujaan hatinya.
Terikat Dengan Kelompok; remaja dalam kehidupan sosialnya sangat tertarik dan terikat pada kelompok sebayanya. Karena itu apabila tidak ada saling pengertian, maka sering terjadi konflik antara anak dan orang tuanya.
Ingin Tahu dan Mencoba; Hasrat ingin tahu dan ingin mencoba yang baru sangat besar dan bergelora dalam diri setiap remaja. Apabila hal ini timbul dalam segi seksual, kemudian tidak mendapatkan perhatian, maka remaja akan melakukan pelampiasan seks dan tidak jarang akan melakukan penyimpangan seksual yang akan berakibat fatal bagi masa depan remaja.
Mencari Figur Idola; Mereka mencari figur orang lain di luar rumah yang dirasa paling baik bagi dirinya, seperti guru, tokoh seniman, tokoh agama, tokoh kriminal dan lain-lain. Adanya perasaan tidak menentu mengenai pengertian dewasa. Di satu pihak ia ingin berdiri sendiri, sedang di lain pihak ia masih ingin dilindungi atau bergantung pada orang tua.
Sabtu, 12 Desember 2015
LUPAKAN PAHLAWAN IV
Lahirlah Pahlawan
Belum ada pahlawan, belum ada dewa penyelamat, apalagi tuhan di bangsa ini. Jika saja sudah ada, pastilah dia meninggalkan bekas yang memberi stempel kramat diatas tanah Indonesia yang membuat rakyatnya merdeka secara keseluruhan dan seterusnya. Tapi senyatanya tidak. Berarti, pahlawan belum lahir dihadapan massa rakyat.
Keterpurukan bangsa ini kiranya sudah lebih dari kata cukup. Kebodohan, kemiskinan, ketidakadilan, kerusakan moral, dan hal menjijikkan lainnya sudah saatnya dibumi hanguskan oleh pahlawan yang perlu dilahirkan pada saat ini juga dengan cara melawan segala bentuk penjajahan usang maupun baru. Kolonialisasi, Imperialisasi, Liberalisasi, Kapitalisasi, Komunisasi, Fasisiasi, dan apalah itu namanya adalah sesuatu yang sebenarnya menjajah. Mereka yang teriak kesemuanya itu ‘tidak menjajah’, adalah mereka yang berpikir dangkal dan bodoh. Mereka hanya melihatnya dengan satu mata dari lubang sedotan. Pahlawan yang perlu lahir dihadapan massa adalah manusia yang tidak ingin dikenang. Dia adalah manusia yang tidak sendirian, tapi hidup bersanding, bekerja bersama rakyat. Tidak hendak memimpin terus dalam medan perang. Tapi rakyatlah kemudian yang memimpin dirinya masing-masing di medan perang sana. Pahlawan yang hendak dilahirkan adalah manusia yang berwawasan luas, komitmen dalam gagasan, konsisten dalam tindakan, tidak mengeluh dihadapan massa, berjiwa negarawan, berpikir tajam, dan siap menggerakkan dan digerakkan (demi kepentingan rakyat).
Dan padahal, pahlawan itu telah lahir. Padahal pahlawan itu adalah kita, seluruh rakyat Indonesia yang berdiri tegak di hari ini, jam ini, menit ini, dan detik ini. Pahlawan yang telah dahulu berdiri di waktunya masing-masing, cukup dijadikan cerita menjelang tidur. Toh kemudian akan tertanam kuat, semangat juang mereka saat mimpi malam tiba dengan sekian kegelisahan yang dirasakan oleh bangsanya. Saat bangun, kebencian adalah rasa yang keluar dari jiwa-jiwa pahlawan. Bukan rasa kepasrahan dan keegoisan.
Belum ada pahlawan, belum ada dewa penyelamat, apalagi tuhan di bangsa ini. Jika saja sudah ada, pastilah dia meninggalkan bekas yang memberi stempel kramat diatas tanah Indonesia yang membuat rakyatnya merdeka secara keseluruhan dan seterusnya. Tapi senyatanya tidak. Berarti, pahlawan belum lahir dihadapan massa rakyat.
Keterpurukan bangsa ini kiranya sudah lebih dari kata cukup. Kebodohan, kemiskinan, ketidakadilan, kerusakan moral, dan hal menjijikkan lainnya sudah saatnya dibumi hanguskan oleh pahlawan yang perlu dilahirkan pada saat ini juga dengan cara melawan segala bentuk penjajahan usang maupun baru. Kolonialisasi, Imperialisasi, Liberalisasi, Kapitalisasi, Komunisasi, Fasisiasi, dan apalah itu namanya adalah sesuatu yang sebenarnya menjajah. Mereka yang teriak kesemuanya itu ‘tidak menjajah’, adalah mereka yang berpikir dangkal dan bodoh. Mereka hanya melihatnya dengan satu mata dari lubang sedotan. Pahlawan yang perlu lahir dihadapan massa adalah manusia yang tidak ingin dikenang. Dia adalah manusia yang tidak sendirian, tapi hidup bersanding, bekerja bersama rakyat. Tidak hendak memimpin terus dalam medan perang. Tapi rakyatlah kemudian yang memimpin dirinya masing-masing di medan perang sana. Pahlawan yang hendak dilahirkan adalah manusia yang berwawasan luas, komitmen dalam gagasan, konsisten dalam tindakan, tidak mengeluh dihadapan massa, berjiwa negarawan, berpikir tajam, dan siap menggerakkan dan digerakkan (demi kepentingan rakyat).
Dan padahal, pahlawan itu telah lahir. Padahal pahlawan itu adalah kita, seluruh rakyat Indonesia yang berdiri tegak di hari ini, jam ini, menit ini, dan detik ini. Pahlawan yang telah dahulu berdiri di waktunya masing-masing, cukup dijadikan cerita menjelang tidur. Toh kemudian akan tertanam kuat, semangat juang mereka saat mimpi malam tiba dengan sekian kegelisahan yang dirasakan oleh bangsanya. Saat bangun, kebencian adalah rasa yang keluar dari jiwa-jiwa pahlawan. Bukan rasa kepasrahan dan keegoisan.
LUPAKAN PAHLAWAN III
Mencari Jawaban
Semoga saja jawaban yang kita temui adalah ketidak-merdekaan bangsa kita. Doa yang seolah memaksa ini sungguh di nanti-nanti oleh ghirroh perjuangan. Untuk apa mengingat nama pahlawan, perjuangan mereka serta pemimpin saat ini pula, jika ternyata kemerdekaan yang mereka pidatokan hanyalah omong kosong dibalik penderitaan yang masih dialami rakyat. Ya, pemimpin kita adalah orang bangsa Indonesia sendiri. Namun bukan berarti dia berdiri diatas kakinya sendiri. Bisa saja beberapa kaki mendirikan tubuh dan pikiran presiden yang asli dari warga Indonesia. Lantas kemudian, tidak ada bedanya, dipimpin oleh orang asli pribumi dengan kolonial saat itu. Artinya, samasaja bangsa Indonesia tetap – dalam penjajahanisasi.
Sampai saat ini, bisa dilihat betapa semangatnya pemerintah menjalin kerja sama dengan negara-negara tetangga. Telurnya antara lain adalah MEA, TPP dan lain sebagainya. MEA atau panjangnya Masyarakat Ekonomi Asean, adalah agenda bareng Indonesia dengan negara-negara di Asia Tenggara untuk melakukan liberalisasi ekonomi juga pengetahuan. Dengan menetasnya MEA invasi pekerja dan intelektual akan terjadi di Indonesia. Yang diharapkan bangsa ini sebenarnya cukup menjanjikan, akan hadirnya pekerja-pekerja Indonesia ke negara-negara di belahan Asia Tenggara. Dengan ini, tingkat pengangguran tidak akan jadi penghambat pembangunan negara. Namun, apakah sedangkal itu yang dipikirkan. Persaingan di pasaran tenaga kerja jelas akan semakin besar. Lowongan kerja pun pasti tidak sukur menerima pekerja. Pekerja yang mengisi lowongan adalah mereka yang berkompetensi dibidang yang dibutuhkan. Biasanya, kompetensi yang dijadikan ukuran adalah riwayat pendidikan dan pengalaman serta skill. Disisi lain, pekerja-pekerja di Indonesia, masih belum mampu terjun di pasar tenaga kerja yang semakin bebas dan besar tersebut. Jelas, dengan keterbatasan pengalaman kerja, skill dan pendidikannya pekerja Indonesia akan kalah dalam arena persaingan. Mungkin nantinya, orang-orang Indonesia, banyak yang menjadi gembel di negara-negara tetangga dan bahkan mereka kemudian didiskriminasikan disana jika tidak mendapatkan pekerjaan.
Dengan senang, keberatan, atau sebenarnya apa yang dirasakan wakil negara dalam kerjasama itu, yang pastinya, Indonesia telah sepakat ikut serta dalam agenda MEA. Akhirnya, Indonesia juga negara lain bersitegang mencari investasi didalam negaranya masing-masing. Investasi yang dicari tidak hanya untuk mengisi lumbung perekonomian. Tapi juga untuk pemberdayaan pendidikan, pengalaman dan keterampilan rakyat Indonesia. Hingga kemudian, bisa bertarung bebas di arena persaingan pasar tenaga kerja.
Nyata, di berbagai lembaga pendidikan tinggi (PT) gencar dibicarakan kelas taraf internasional atau World Class University. Ini adalah respon pendidikan untuk siaga menghadapi gempuran MEA. Namun hal itu tidaklah mudah. WCU (World Class Unversity) adalah standarisasi yang sulit dipenuhi syaratnya bagi pendidikan kita yang masih pada tingkat biasa-biasa saja. Kelayakan hasil penelitian, kualitas lulusan, pengajaran, dan sarana prasarana menjadi syarat yang harus dipenuhi oleh lembaga pendidikan. Akhirnya demi mencapai standarisasi tersebut, PT gencar mencari suntikan dana. Dan dengan dana yang didapatkan tidak dari PT bekerja, melainkan pinjam, maka aturan main di PT juga bukan sepenuhnya bentukan PT itu sendiri. Bahayanya lagi, jika PT menarik biaya yang tinggi bagi mahasiswanya. Hal ini akan menjadikan pendidikan kita terkomersilkan. Siapa yang mampu membayar, berkesempatan berpendidikan.
Dari semua kemuakan ini, perlu hadir sosok pahlawan yang menentang segala bentuk penjajahan usang maupun baru. Perjuangan tidak berhenti pada tanggal 17 Agustus 1945 atau saat rampungnya Agresi Militer II. Akan tetapi seterusnya hingga Indonesia ini telah bubar dengan dasar kehendak rakyatnya sendiri.
Semoga saja jawaban yang kita temui adalah ketidak-merdekaan bangsa kita. Doa yang seolah memaksa ini sungguh di nanti-nanti oleh ghirroh perjuangan. Untuk apa mengingat nama pahlawan, perjuangan mereka serta pemimpin saat ini pula, jika ternyata kemerdekaan yang mereka pidatokan hanyalah omong kosong dibalik penderitaan yang masih dialami rakyat. Ya, pemimpin kita adalah orang bangsa Indonesia sendiri. Namun bukan berarti dia berdiri diatas kakinya sendiri. Bisa saja beberapa kaki mendirikan tubuh dan pikiran presiden yang asli dari warga Indonesia. Lantas kemudian, tidak ada bedanya, dipimpin oleh orang asli pribumi dengan kolonial saat itu. Artinya, samasaja bangsa Indonesia tetap – dalam penjajahanisasi.
Sampai saat ini, bisa dilihat betapa semangatnya pemerintah menjalin kerja sama dengan negara-negara tetangga. Telurnya antara lain adalah MEA, TPP dan lain sebagainya. MEA atau panjangnya Masyarakat Ekonomi Asean, adalah agenda bareng Indonesia dengan negara-negara di Asia Tenggara untuk melakukan liberalisasi ekonomi juga pengetahuan. Dengan menetasnya MEA invasi pekerja dan intelektual akan terjadi di Indonesia. Yang diharapkan bangsa ini sebenarnya cukup menjanjikan, akan hadirnya pekerja-pekerja Indonesia ke negara-negara di belahan Asia Tenggara. Dengan ini, tingkat pengangguran tidak akan jadi penghambat pembangunan negara. Namun, apakah sedangkal itu yang dipikirkan. Persaingan di pasaran tenaga kerja jelas akan semakin besar. Lowongan kerja pun pasti tidak sukur menerima pekerja. Pekerja yang mengisi lowongan adalah mereka yang berkompetensi dibidang yang dibutuhkan. Biasanya, kompetensi yang dijadikan ukuran adalah riwayat pendidikan dan pengalaman serta skill. Disisi lain, pekerja-pekerja di Indonesia, masih belum mampu terjun di pasar tenaga kerja yang semakin bebas dan besar tersebut. Jelas, dengan keterbatasan pengalaman kerja, skill dan pendidikannya pekerja Indonesia akan kalah dalam arena persaingan. Mungkin nantinya, orang-orang Indonesia, banyak yang menjadi gembel di negara-negara tetangga dan bahkan mereka kemudian didiskriminasikan disana jika tidak mendapatkan pekerjaan.
Dengan senang, keberatan, atau sebenarnya apa yang dirasakan wakil negara dalam kerjasama itu, yang pastinya, Indonesia telah sepakat ikut serta dalam agenda MEA. Akhirnya, Indonesia juga negara lain bersitegang mencari investasi didalam negaranya masing-masing. Investasi yang dicari tidak hanya untuk mengisi lumbung perekonomian. Tapi juga untuk pemberdayaan pendidikan, pengalaman dan keterampilan rakyat Indonesia. Hingga kemudian, bisa bertarung bebas di arena persaingan pasar tenaga kerja.
Nyata, di berbagai lembaga pendidikan tinggi (PT) gencar dibicarakan kelas taraf internasional atau World Class University. Ini adalah respon pendidikan untuk siaga menghadapi gempuran MEA. Namun hal itu tidaklah mudah. WCU (World Class Unversity) adalah standarisasi yang sulit dipenuhi syaratnya bagi pendidikan kita yang masih pada tingkat biasa-biasa saja. Kelayakan hasil penelitian, kualitas lulusan, pengajaran, dan sarana prasarana menjadi syarat yang harus dipenuhi oleh lembaga pendidikan. Akhirnya demi mencapai standarisasi tersebut, PT gencar mencari suntikan dana. Dan dengan dana yang didapatkan tidak dari PT bekerja, melainkan pinjam, maka aturan main di PT juga bukan sepenuhnya bentukan PT itu sendiri. Bahayanya lagi, jika PT menarik biaya yang tinggi bagi mahasiswanya. Hal ini akan menjadikan pendidikan kita terkomersilkan. Siapa yang mampu membayar, berkesempatan berpendidikan.
Dari semua kemuakan ini, perlu hadir sosok pahlawan yang menentang segala bentuk penjajahan usang maupun baru. Perjuangan tidak berhenti pada tanggal 17 Agustus 1945 atau saat rampungnya Agresi Militer II. Akan tetapi seterusnya hingga Indonesia ini telah bubar dengan dasar kehendak rakyatnya sendiri.
Lupakan pahlawan II
Sudah Merdeka?
Kebenaran atau kebohongan atas apa yang terjadi pada 17 Agustus 1945, kiranya yang pantas digelisahkan adalah esensinya – sudahkah benar-benar ‘medeka’ bangsa ini. Kegelisahan ini layak dibongkar dengan sekian kondisi bangsa Indonesia yang meragukan ke-merdeka-annya selama ini. Jangan-jangan jawabannya adalah bangsa ini masih terjajah, atau mungkin juga terkendalikan.
Secara kasat mata terlihat bahwa bangsa ini telah merdeka memang betul adanya. Bahkan bangsa Indonesia dapat menjalin hubungan bersama negara-negara secara regional maupun yang lebih luas lagi. Akan tetapi, dengan ke-bebas-annya bangsa ini, kesejahteraan rakyatnya masih tidak juga ditemui kenyataannya. Ada apakah dengan ini semua, apakah kemerdekaan yang merupakan awal melangsungkan agenda pen-sejahtera-an rakyat belum mencapai puncaknya? Atau malah jauh mundur dari maknanya? Banyak prespektif akan menjawab persoalan yang telah dilontarkan. Mungkin ada prespektif yang akan menjawab, rakyat tidak sejahtera bukan karena belum atau tidak merdekanya bangsa. Melainkan karena mereka malas bekerja dan ditambah lagi pemerintah yang tidak mampu men-sejahterakan rakyatnya. Adakalanya jawaban dari satu prespektif, yang mengarah pada ‘nilai’ yang bergelut di ring kehidupan bangsa Indonesia. Dalam artian, ada suatu ‘nilai’ yang tengah menyelimuti keberdirian bangsa Indonesia hingga kemudian mengakibatkan bangsa ini dalam kondisi yang sedemikian rupa. Bukan rakyat juga pula bukan pemerintah yang dipersalahkan. Namun ‘nilai’ yang menyelimuti mereka keduanya tadi dalam menjalankan roda perjalanan bangsanya.
Bertolak dari semua itu, menjadi wajar pertanyaan yang telah dilontarkan sebelumnya. Dan ini, juga seharusnya menggelisahkan seluruh rakyat Indonesia, khususnya pemuda.
Kebenaran atau kebohongan atas apa yang terjadi pada 17 Agustus 1945, kiranya yang pantas digelisahkan adalah esensinya – sudahkah benar-benar ‘medeka’ bangsa ini. Kegelisahan ini layak dibongkar dengan sekian kondisi bangsa Indonesia yang meragukan ke-merdeka-annya selama ini. Jangan-jangan jawabannya adalah bangsa ini masih terjajah, atau mungkin juga terkendalikan.
Secara kasat mata terlihat bahwa bangsa ini telah merdeka memang betul adanya. Bahkan bangsa Indonesia dapat menjalin hubungan bersama negara-negara secara regional maupun yang lebih luas lagi. Akan tetapi, dengan ke-bebas-annya bangsa ini, kesejahteraan rakyatnya masih tidak juga ditemui kenyataannya. Ada apakah dengan ini semua, apakah kemerdekaan yang merupakan awal melangsungkan agenda pen-sejahtera-an rakyat belum mencapai puncaknya? Atau malah jauh mundur dari maknanya? Banyak prespektif akan menjawab persoalan yang telah dilontarkan. Mungkin ada prespektif yang akan menjawab, rakyat tidak sejahtera bukan karena belum atau tidak merdekanya bangsa. Melainkan karena mereka malas bekerja dan ditambah lagi pemerintah yang tidak mampu men-sejahterakan rakyatnya. Adakalanya jawaban dari satu prespektif, yang mengarah pada ‘nilai’ yang bergelut di ring kehidupan bangsa Indonesia. Dalam artian, ada suatu ‘nilai’ yang tengah menyelimuti keberdirian bangsa Indonesia hingga kemudian mengakibatkan bangsa ini dalam kondisi yang sedemikian rupa. Bukan rakyat juga pula bukan pemerintah yang dipersalahkan. Namun ‘nilai’ yang menyelimuti mereka keduanya tadi dalam menjalankan roda perjalanan bangsanya.
Bertolak dari semua itu, menjadi wajar pertanyaan yang telah dilontarkan sebelumnya. Dan ini, juga seharusnya menggelisahkan seluruh rakyat Indonesia, khususnya pemuda.
LUPAKAN PAHLAWAN
Lupakan Para Pahlawan !!!
Tujuh puluh tahun lamanya bangsa ini telah diproklamirkan – tepatnya Jumat 17 Agustus 1945. Pengakuan secara de facto dan de jure atas kemerdekaan bangsa Indonesia sejak hari itu telah tergenggam di tangan rakyat. Siapapun yang hendak merebut, menjajah kembali Indonesia, harus berhadapan langsung dengan bambu runcing rakyat. Nyatalah terjadi pada Agresi Militer I dan II yang dilakukan Belanda untuk merebut kembali Indonesia di tahun 1947 dan 1949 tidak menggetarkan hati rakyat Indonesia. Belanda enyah terbirit-birit dan Indonesia tetap dalam mahligai kemerdekaan.
Perjalanan bangsa Indonesia dalam rangka menggapai kemerdekaannya memang merenggut banyak nyawa. Mereka yang telah gugur di medan perang menggapai dan mempertahankan kemerdekaan dikatakan sebagai ‘Pahlawan’. Meski banyak kontroversi terkait penyertaan siapa saja ‘pahlawan-pahlawan’ Revolusi saat itu, pada intinya mereka yang telah menaruhkan jiwa raganya untuk Indonesia adalah ‘pahlawan’.
Pahlawan-pahlawan saat itu memang berhasil mewariskan kita tanah yang terbebas dari bangsa luar. Akan tetapi, mereka gagal dalam mendidik kita sebagai bangsa yang merdeka. Buktinya, kita tidak hadir seperti halnya mereka atas apa yang dialami oleh bangsa saat ini. Indonesia telah merdeka apa perlu berjuang seperti halnya mereka? Jika saja pertanyaan ini terdengar, maka jawabannya adalah iya dan lebih dari perjuangan mereka.
Tujuh puluh tahun lamanya bangsa ini telah diproklamirkan – tepatnya Jumat 17 Agustus 1945. Pengakuan secara de facto dan de jure atas kemerdekaan bangsa Indonesia sejak hari itu telah tergenggam di tangan rakyat. Siapapun yang hendak merebut, menjajah kembali Indonesia, harus berhadapan langsung dengan bambu runcing rakyat. Nyatalah terjadi pada Agresi Militer I dan II yang dilakukan Belanda untuk merebut kembali Indonesia di tahun 1947 dan 1949 tidak menggetarkan hati rakyat Indonesia. Belanda enyah terbirit-birit dan Indonesia tetap dalam mahligai kemerdekaan.
Perjalanan bangsa Indonesia dalam rangka menggapai kemerdekaannya memang merenggut banyak nyawa. Mereka yang telah gugur di medan perang menggapai dan mempertahankan kemerdekaan dikatakan sebagai ‘Pahlawan’. Meski banyak kontroversi terkait penyertaan siapa saja ‘pahlawan-pahlawan’ Revolusi saat itu, pada intinya mereka yang telah menaruhkan jiwa raganya untuk Indonesia adalah ‘pahlawan’.
Pahlawan-pahlawan saat itu memang berhasil mewariskan kita tanah yang terbebas dari bangsa luar. Akan tetapi, mereka gagal dalam mendidik kita sebagai bangsa yang merdeka. Buktinya, kita tidak hadir seperti halnya mereka atas apa yang dialami oleh bangsa saat ini. Indonesia telah merdeka apa perlu berjuang seperti halnya mereka? Jika saja pertanyaan ini terdengar, maka jawabannya adalah iya dan lebih dari perjuangan mereka.
Langganan:
Postingan (Atom)